Sumpah Mahasiswa Indonesia, itulah yang menjadi asas kehidupan kaum intelek muda negeri ini. Sebuah penegasan yang berisi ikrar akan prinsip hidup seorang mahasiswa sejati. Penegasan dan sikap mahasiswa terhadap bangsa dan negaranya yang sekaligus sebagai asas dan pedoman perjuangan mahasiswa dalam mengawal berbagai permasalahan bangsa secara umum dan problematika kampus secara khusus. Merinding tentu saja bagi yang betul-betul menghayati arti dan makna dari ikrar ini, tapi bukan tidak mungkin akan terkesan biasa-biasa saja ditelinga orang-orang yang belum menemukan jati diri kemahasiswaannya.
Ada tiga hal yang menjadi sorotan penegasan mahasiswa Indonesia dalam ikrarnya, yakni tanah air tanpa penindasan, bangsa yang gandrung akan keadilan, dan bangsa yang berbahasa satu yaitu bahasa tanpa kebohongan. Ketiga aspek ini juga mewakili tugas dan fungsi mahasiswa sebagai agent of change, moral force, dan social control. Sinkronisasi antara ikrar dan fungsi serta tugas mahasiswa inilah yang menuntut mahasiswa untuk lebih memiliki jiwa kepekaan sosial yang tinggi. Bukan hanya berbuat yang terbaik buat pribadinya tapi terlebih lagi untuk bangsanya. Apalagi jika mencermati kondisi kekinian bangsa dan negara kita yang semakin tak jelas arahnya.
Rezim pemerintahan SBY-Boediono dianggap gagal oleh
banyak kalangan. Pemerintahan yang bersih dan demokratis disinyalir hanyalah
impian belaka. Bangsa kita sudah terlalu jauh keluar dari rel yang semestinya.
Berbagai kebijakan-kebijakan yang tidak pro rakyat, korupsi yang semakin
merajalela sampai pada praktek mafia di dunia hukum yang sudah membudaya. Aspirasi
rakyat kecil seolah-olah hanyalah nyanyian yang semakin membuat wakil-wakil
rakyat kita tertidur dalam singgasana ruangan kerja nan mewahnya.
Sedikit menghubungkan antara kondisi realitas
kebangsaan dengan harapan yang tertuang dalam ikrar Sumpah Mahasiswa Indonesia,
mungkin pembaca sepakat dengan saya untuk mengatakan masih agak jauh dari yang
semestinya diharapkan. Pertama,
menyinggung masalah tanah air tanpa penindasan. Tanpa penindasan berarti tanpa
perampasan hak-hak kemanusiaan. Namun kita tidak bisa menutup mata terhadap
berbagai kasus perampasan tanah, kekerasan agraria, dan beberapa kasus
pelanggaran HAM. Kedua, terkait
dengan bangsa yang menjunjung tinggi keadilan. Keadilan sosial yang juga
merupakan amanat dari pembukaan UUD 1945 seolah tak mendapat prioritas dinegeri
ini. Hukum dengan begitu mudahnya diperjualbelikan dinegara yang notabenenya
adalah negara hukum. Belum lagi menyinggung masalah korupsi yang seolah sudah
menjadi hegemoni dinegara kita. Ketiga,
bangsa yang berbahasa tanpa bahasa kebohongan. Mungkin kita semua maklum bahwa
negara kita adalah negara yang identik dengan kehidupan sinetron. Terlalu
banyak kepura-puraan dan sandiwara yang dipertontonkan khususnya wakil-wakil
rakyat kita. Tidak konsisten dalam berprinsip dan tidak teguh pada pendirian
dan peraturan sudah menjadi kebiasaan yang lumrah dikalangan penguasa negeri
ini. Negara kita tak ubahnya adalah sebuah panggung sandiwara dan rakyat
disulap menjadi seorang penonton setia.
Berbicara dalam lingkup dunia pendidikan, kita tak
boleh menutup mata terhadap bentuk radikal kampus dan dinamikanya yang menjadi
wajah baru pendidikan kita sekarang ini. Fungsi kampus sebagai institusi formal
penyedia tenaga kerja siap pakai lebih berorientasi pada kebutuhan pasar kerja
ketimbang berkonsentrasi pada kualitas manusia yang dididiknya dan seberapa
dalam pemahaman mereka terhadap masyarakat sekitarnya. Orientasi ini
semata-mata untuk meningkatkan nilai jual universitas di mata konsumen dalam
hal ini masyarakat yang ingin memperoleh pendidikan.
Demi memapankan posisinya dalam konfigurasi ekonomi
global, perguruan tinggi di Indonesia juga harus mengadopsi aturan main yang
cepat atau lambat harus mereka patuhi. Prinsip-prinsip ekonomi kapitalisme
disuntikkan dalam tubuh universitas guna memapankan sistem ekonomi yang telah
menguasai hampir seluruh dunia ini. Demi memastikan efektifitas proses produksi
sarjana serta peningkatan daya jual dan daya saing produknya di pasaran, pihak
kampus melakukan berbagai perubahan radikal di dalam tubuh universitas dimana
mahasiswa merupakan objek sentral dalam proses perubahan tersebut menuju bentuk
baru yang sesuai dengan tuntutan sistem ekonomi modern.
Nah, selanjutnya bagaimana eksistensi mahasiswa
dalam mengawal berbagai dinamika kebangsaan dan wajah baru pendidikan kita khususnya
untuk mewujudkan tujuan dari ikrar sumpah mahasiswa Indonesia itu sendiri? Seperti
kita ketahui bahwa kondisi perjuangan mahasiswa sekarang ini memang mengalami
berbagai masalah dan problematika dilapangan. Dari segi internal kampus, adanya
pengekangan kreatifitas mahasiswa serta ancaman bagi para mahasiswa yang kritis
tentunya dianggap sebagai faktor melemahnya pergerakan mahasiswa dewasa ini. Status
kemahasiswaan pun terkadang dipertaruhkan hanya untuk mengeluarkan sepatah kata
perjuangan. Ironis memang, ketika bangsa ini sedang sakit dan membutuhkan
pemikiran-pemikiran kritis generasi muda namun disaat bersamaan itu pula
pengekangan terhadap kebebasan berserikat dan mengeluarkan pendapat justru
semakin membudaya di institusi kampus negeri ini yang notabenenya adalah gudangnya
calon intelek muda.
Terlepas dari semua permasalan diatas, kita harus
tetap bangga bahwa bangsa kita adalah bangsa yang besar dan itu tak lepas dari
peranan generasi muda terutama mahasiswa. Masa depan dunia pendidikan dan
tentunya masa depan bangsa kita ada dipundak kita semua. Mahasiswa sebagai agen
perubahan sudah seharusnya berpartisipasi aktif dalam pembangunan kebangsaan
sebagai pengejawantahan dari tugas dan tanggungjawab sosial mereka. Tugas dan
tanggungjawab yang diemban mahasiswa sangatlah berat dalam membawa bangsa ini
mengarungi percaturan dunia globalisasi. Kalah melangkah berarti akan
tertinggal selamanya. Mahasiswa bersiaplah, masa depan bangsa dan negara
bergantung pada langkah dan perubahan yang kita lakukan. Mari sama-sama
berpegangan tangan dan melangkah bersama dalam iringan Himne kebanggan kita
mahasiswa UNM, “Kita Ada Untuk Perubahan”.
Keep Spirit!. (Rizal)
Penulis adalah mahasiswa
FBS UNM)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar