Sumpah Mahasiswa
Indonesia,
Kami Mahasiswa
Indonesia Bersumpah,
Bertanah air satu,
tanah air tanpa penindasan.
Kami Mahasiswa
Indonesia Bersumpah,
Berbangsa satu, bangsa
yang gandrung akan keadilan.
Berbahasa satu, bahasa
tanpa kebohongan.
Itulah bunyi Sumpah Mahasiswa Indonesia yang menjadi
asas kehidupan kaum intelek muda negeri ini. Merinding tentu saja bagi yang
masih menghayati arti dan makna dari ikrar ini, tapi bukan tidak mungkin akan
terkesan biasa-biasa saja ditelinga orang-orang yang belum menemukan jati diri
kemahasiswaannya. Seperti kebanyakan ikrar pada umumnya, terkadang memang
sangat gampang untuk diucapkan tapi sangat susah untuk diaplikasikan dalam
dunia nyata. Sumpah mahasiswa Indonesia berisi penegasan dan sikap mahasiswa
terhadap bangsa dan negaranya. Ikrar ini pulalah yang dijadikan asas dan
pedoman perjuangan mahasiswa dalam mengawal berbagai permasalahan bangsa.
Ada tiga hal yang menjadi sorotan penegasan mahasiswa Indonesia dalam ikrarnya, yakni tanah air tanpa penindasan, bangsa yang gandrung akan keadilan, dan bangsa yang berbahasa satu yaitu bahasa tanpa kebohongan. Ketiga aspek ini juga mewakili tugas dan fungsi mahasiswa sebagai agent of change, moral force, dan social control. Sinkronisasi antara ikrar dan fungsi serta tugas mahasiswa inilah yang mengharuskan mahasiswa harusnya lebih memiliki jiwa kepekaan sosial yang tinggi. Bukan hanya berbuat yang terbaik buat pribadinya tapi terlebih lagi untuk bangsanya. Hanya hasil pemikiran cemerlang dari generasi mudalah yang bisa mengubah bangsanya menjadi lebih baik.
Seperti kita ketahui bersama bahwa setiap tanggal 20
Mei bangsa kita memperingati Hari Kebangkitan Nasional. Yah, itulah hari dimana
titik awal perjuangan pemuda bangsa Indonesia dimulai. Kita semua tentu
mengenal sosok Budi Utomo, tokoh pemuda Indonesia sekaligus pelopor perjuangan
pemuda Indonesia. Beliau dengan begitu bersemangat ingin mengangkat harkat dan
martabat bangsanya menjadi lebih baik. Jangan lupakan pula bahwa gerakan
perlawanan yang dilakukan beliau pada masa lalu adalah buah dari kesadaran
berbangsa dalam melihat realitas negara yang carut marut. Semangat beliaulah
yang menjadi simbol semangat seorang pemuda Indonesia sejati. Semangat itu pula
yang diyakini masih melekat pada sanubari para pemuda dan mahasiswa Indonesia
sekarang ini. Semoga saja.
Tapi apakah bangsa kita benar-benar telah bangkit
dalam semangat kebangkitan nasional ini? Atau malah sebaliknya akan tambah
terpuruk dengan berbagai problematikanya? Sebelum menjawab mungkin ada baiknya
kita melirik sejenak pada kondisi kekinian banga dan negara kita. Rezim
pemerintahan SBY-Boediono dianggap gagal oleh banyak kalangan. Pemerintahan
yang pro terhadap rakyat disinyalir hanyalah impian belaka. Bangsa kita sudah
terlalu jauh keluar dari rel yang semestinya. Berbagai kebijakan-kebijakan
pemerintah yang notabene seharusnya menguntungkan rakyat, justru malah
menguntungkan kelompok dan golongan tertentu. Ada benarnya ujar-ujar yang
mengatakan bahwa “yang kaya akan semakin
kaya, yang miskin akan semakin miskin.”. Aspirasi rakyat kecil seolah-olah
hanyalah nyanyian yang akan semakin membuat wakil-wakil rakyat kita tertidur
dalam ruangan kerja nan mewahnya.
Pertanyaan selanjutnya apakah kondisi kebangsaan
saat ini sudah sesuai dengan ikrar mahasiswa yang tertuang dalam Sumpah
Mahasiswa Indonesia diatas? Mungkin pembaca sepakat dengan saya untuk
mengatakan masih agak jauh dari yang semestinya diharapkan. Pertama, menyinggung masalah tanah air
tanpa penindasan. Tanpa penindasan berarti tanpa perampasan hak-hak
kemanusiaan. Namun kita tidak bisa menutup mata terhadap berbagai kasus
perampasan tanah, berbagai kekerasan agraria, dan penindasan terhadap anak-anak
jalanan yang semestinya menjadi tanggungjawab negara.
Kedua,
terkait dengan bangsa yang menjunjung tinggi keadilan. Mungkin bisa dikatakan
bahwa inilah permasalahan yang paling kronis dinegara kita. Keadilan sosial
yang juga merupakan amanat dari pembukaan UUD 1945 seolah tak mendapat
prioritas dinegeri ini. Hukum dengan begitu mudahnya masih bisa
diperjualbelikan dinegara yang notabenenya adalah negara hukum. Masih ada
segelintir orang yang kebal terhadap hukum hanya karena dia adalah orang kaya atau
sekedar punya relasi dengan aparat penegak hukum. Lucu memang ketika kita
bandingkan dengan penegakan hukum dinegara-negara tetangga. Mereka menegakkan
hukum tanpa memandang bulu sehingga akan menimbulkan efek jera bagi para pelaku
pelanggaran hukum. Belum lagi menyinggung masalah korupsi. Inilah budaya yang
seolah sudah menjadi hegemoni dinegara kita. Budaya korupsi inilah yang semakin
membenamkan bangsa kita kejurang kehancuran. Para pemegang kekuasaan dengan
begitu mudahnya membelokkan aliran keuangan rakyat ke rekening pribadinya.
Parahnya lagi, terkadang itu dilakukan secara berjamaah dalam satu institusi.
Tapi lucunya, para koruptor yang berhasil diseret ke meja hijau ujung-ujungnya
juga mendapat hukuman yang kurang setimpal atau bahkan bebas dan dinyatakan
tidak bersalah. Itulah mengapa Indonesia masih dianggap sebagai surga bagi para
koruptor. Hal inilah yang terkadang membuat rakyat sakit hati dan geram
terhadap penguasa negeri ini. Mereka hanya menginginkan kejujuran dan hukuman
yang setimpal bagi oknum-oknum perampas uang mereka. Sederhana bukan?
Ketiga,
bangsa yang berbahasa tanpa bahasa kebohongan. Mungkin kita semua maklum bahwa
negara kita memang negara yang identik dengan kehidupan sinetron. Terlalu
banyak kepura-puraan dan sandiwara yang dipertontonkan khususnya wakil-wakil
rakyat kita. Tidak konsisten dalam berprinsip dan tidak teguh pada pendirian
dan peraturan sudah menjadi kebiasaan yang lumrah dikalangan penguasa negeri
ini. Mereka terlalu pandai bermain sirkus demi mendapatkan obsesi pribadinya.
Negara kita tak ubahnya adalah sebuah panggung sandiwara dan rakyat disulap
menjadi seorang penonton setia.
Nah, selanjutnya bagaimana eksistensi mahasiswa
dalam mengawal berbagai permasalahan bangsa ini, khususnya untuk mewujudkan
tujuan dari ikrar sumpah mahasiswa Indonesia itu sendiri? Seperti kita ketahui
bahwa kondisi perjuangan mahasiswa sekarang ini memang mengalami berbagai
masalah dan problematika dilapangan. Dari segi internal kampus, adanya
pengekangan kreatifitas mahasiswa serta ancaman bagi para mahasiswa yang kritis
tentunya dianggap sebagai faktor melemahnya pergerakan mahasiswa dewasa ini. Tak
dapat dipungkiri bahwa kampus seolah tak bersahabat lagi bagi para insan kritis
negeri ini. Status kemahasiswaan pun terkadang dipertaruhkan hanya untuk
mengeluarkan sepatah kata perjuangan. Ironis memang, ketika bangsa ini sedang
sakit dan membutuhkan pemikiran-pemikiran kritis generasi muda namun disaat
bersamaan itu pula pengekangan terhadap kebebasan berserikat dan mengeluarkan
pendapat justru semakin menjadi-jadi di institusi kampus yang notabenenya
adalah gudangnya calon intelek muda.
Ditinjau dari segi eksternal, perjuangan mahasiswa
terkadang sudah tak bisa diterima lagi oleh masyarakat yang jelas-jelas berasal
dari pihak yang diperjuangkan, yaitu rakyat. Penyebabnya jelas, adanya
oknum-oknum mahasiswa yang terlalu militan dan terkadang bertindak diluar batas
kewajaran. Namun apa daya, perubahan bangsa kita seolah-olah memang harus
diawali dengan adanya sebuah kekerasan. Kita mungkin tidak bisa menerima itu
tapi hal itulah yang terjadi saat sekarang ini. Para pemimpin kita memang butuh
sedikit peringatan atau shock therapy agar
lebih becus mengurus negeri ini. Meski terkadang kita harus berhadapan dengan
tindakan represif aparat kepolisian. Namun itulah perjuangan, harus selalu ada
yang dikorbankan.
Terlepas dari semua permasalan yang melilit bangsa
kita, kita harus tetap bangga bahwa bangsa kita adalah bangsa yang besar dan
bangsa yang kaya akan kebudayaan dan sumber daya alam. Masa depan bangsa kita
tentunya ada dipundak kita semua. Mahasiswa sebagai agen perubahan diharapkan
berpartisipasi aktif dalam pembangunan kebangsaan, baik itu pembangunan
karakter bangsa maupun pembangunan yang bersifat fisik. Tugas dan tanggungjawab
yang diemban mahasiswa sangatlah berat dalam membawa bangsa ini mengarungi
percaturan dunia globalisasi. Kalah melangkah berarti akan tertinggal
selamanya. Mahasiswa bersiaplah, masa depan bangsa dan negara bergantung pada
langkah dan perubahan yang kita lakukan. Mari sama-sama berpegangan tangan dan
melangkah bersama dalam iringan Himne kebanggan kita mahasiswa UNM, “Kita Ada Untuk Perubahan”. Keep Spirit!.(Rizal)
Penulis adalah Mahasiswa
Bahasa Inggris FBS UNM
Tidak ada komentar:
Posting Komentar